Sehari yang lalu aku berkutik dengan sesuatu yang lagi aku suka. Mungkin akan aku biasakan sebagai salah satu upaya untuk mengenal dan memulai literasi dengan teman-temanku di media sosial. Berbagi info seputar bahasa Indonesia (kata baku dan kalimat efektif) yang belum banyak orang memahami akan hal itu. Ini bentuk pengabdian dan berbagi ilmu yang aku punya untuk teman-temanku. Dan bersyukurnya aku, banyak dari mereka sangatlah antusias. Jadi, makin semangat diri ini.
Nah, itulah sebuah alasan yang melatarbelakangi tulisan ini telat. Halah emang Vera! suka cari alasan dan pembenaran. Nggak, nggak gitu! Emang murni mau curhat dan ngomong aja ke kelian. Bisa langsung kepoin instagram Vera! Helah, panjang banget yekan basa-basinya.
Oke! Berbicara soal pencapain hidup nih, kira-kira versi seorang manusia yang gampang sekali overthinking dan insecure ini kek gimana? Mungkin banyak orang beranggapan bahwa sebuah pencapaian terbesar itu diukur dari sekolah, kerjaan, karir, rumah tangga, dll. Itu nggak apa! Setiap orang memiliki pencapaiannya sendiri, dengan versi sendiri. Dan aku juga punya pencapaian dan target pencapaian akan itu.
Selain pencapaian tampak mata dan sering dikejar banyak orang, ada pencapaian yang tak tampak. Kek apa ya nyebutnya? Ya mungkin salah sat proses manusia bertumbuh? Pencapaian diri jiwa raga? Gitu?! Kiranya lebih pas kali ya penyebutan itu. Semoga paham yalah ya. Dan hampir 5 tahun ini aku belajar banyak akan hal itu. Tepatnya ketika aku lulus kuliah dan mulai terjun di dunia kerja.
Ketika aku dipertemukan dengan banyak orang dengan beragam sifat mereka. Inilah yang namanya hidup bersosialisasi. Benar memang perkataan sebagian orang bahwa dunia kerja dan sosial itu adalah ladang untukmu memaknai hidup. Belajar arti hidup, belajar kehidupan. Masa sekolah dan kuliah termasuk masa-masa indah, selagi masih bisa ya dinikmati. Pencapaian apa sih yang aku dapat ?
Mengekspresikan Emosi
Apa susahnya sih buat ngungkapin emosi diri ? Mengekspresikan emosi diri? Aku jadi salah satu manusia yang susah akan hal itu. Apalagi menunjukkannya di depan orang (hanya teman deketku yang tahu bagaimana gerak-gerikku). Parahnya akan dibawa sendiri, dirundung sendirian. Padahal kalau mau, ada manusia lain yang siap menampung. Yang paling susah selama ini tuh, aku jarang bisa mengekspresikan emosi 'nggak suka' entah marah, kecewa, dan kesal. Pasti aku pendam sendiri. Aku takut menyakiti hati orang lain padahal kalau dirasakan aku juga merasakan yang namanya sakit. Sakit ketika harus pura-pura baik-baik saja. Apalagi dihubungan pertemanan, sosial atau dengan rekan kerja (hubungan antar manusia).
Kalau sekiranya nggak suka atau bahkan salah dari mereka, utarakan. Ingat! utarakan baik-baik. Katanya harus berlau seperti itu. Tetapi, satu kata pun sering nggak keluar dari mulutku. Hanya anggukan, menerima, dan pasrah ketika lontaran itu aku terima. Padahal aku nggak suka! Caranya salah, dia nggak berhak kek gitu walau aku anak baru atau sering disebut junior di tempat kerja atau aku benar-benar tak mengusai bidang itu. Atau aku tak pernah tahu dunia itu, nggak tertarik dengan topik itu.
Semua punya kesenangan, kesanggupan, dan kebutuhan masing-masing bukan? Ya ini, aku tahu tapi aku tak mampu. Hingga akhirnya membuatku untuk nggak peduli dengan mereka. Ini ada baiknya, tapi terkadang aku terlalu cuek sampai hal yang kiranya baik malah nggak aku sentuh. Luput dari pandangan, perhatian, dan bahkan aku nggak peka dengan hal itu. Pahamkan maksudku?
Sampai kepada aku meluapkannya ke orang terdekatku, mereka yang jelas nggak ada hubungannya dengan mungkin (masalah itu/cerita itu). Tetapi, emosiku meluap dengan derasnya. Aku gampang berontak sama orang rumah padahal mereka berniat baik. Untuk aku yang gampang nggak enakan atau sulit untuk bilang 'tidak' atau 'nggak suka' ini udah bener-bener nggak sehat.
Hingga aku belajar banyak akan hal ini, ya terutama saat aku mulai kerja dan berani keluar dari zona nyaman. Kalau lagi kesel ungkapin, kalau lagi kecewa sama seseorang ungkapin, kalau lagi sedih ya nangis jangan dipendem sendirian. Orang nggak bakal tahu kalau aku atau kamu sakit hati dengan perkataan atau perbuatannya. Dan bisa saja mereka akan terus begitu tanpa aku bertindak.
Bagimana bisa mereka berlaku terhadapmu, jika kamu tak bicara? Inilah pernyataan yang sedang aku pegang teguh.
Mengelola Emosi
Selain mengungkapkan emosi, aku belajar juga untuk mengelola emosi. Ada kalanya aku berada pada sisi, aku harus ngerem emosi demi kebaiakan bersama, aku harus pasang tameng super tebal agar mereka tidak mendapatkan celah untuk membuatku terluka. Kalau bisa untuk menahan dan itu untuk kebaikan, lakukan!
Tetapi, perkara nggak semudah itu dan nggak sesimpel itu. Mengelola emosi untuk berusaha baik-baik aja emang sulit. Kalau nggak kuat ya jangan! Aku yang mau marah dan yang nggak terima akan banyak hal kekecawaan, harus siap menerima semua kemungkinan buruk yang terjadi. Harus legowo! Nggak boleh merasa diri ini udah kalah dan menjadikan galau berkepanjangan.
Ada waktu ngerasa terpuruk, sedih di satu waktu sebagai bentuk mengekspresikan emosi. Tetapi, ada saatnya dan harus dengan cepat bangkit dari itu. Itulah mengelola emosi. Jangan dibawa berlarut, nanti jadi penyakit katanya.
Kira-kira begitulah pencapainku, salah satu prosesku bertumbuh. Masih banyak belajar. Apakah aku sukses mengatasi dan mencapai keduanya ?? Belum! Aku masih sangat perlu banyak belajar. Masih suka kumat dan tiba-tiba ngerasa begitu terpuruk. Semua masih berproses. Tetapi, lima tahun lalu aku dibukakan kenyataan bahwa inilah hidup dan terus belajar akannya.
Dua hal yang masih menjadi PR untuk aku pribadi. Semangat, Mbak Veraaaaaa!
BalasHapusKek emang butuh belajar setiap saat yaa ini. Selama kita bertumbuh yaa itu, tetep belajar. Kamu jugaa ya dhira :)
Hapusaku pun mengalami kesulitan dalam dua hal tersebut. Kebiasan memendam terlalu dalam. Konon, hal tersebut ada hubungannya sama inner child.
BalasHapusDuh, emang susah yaa mbak . Kek seiring waktu berjalan mash belajr tentang hal ini.
HapusRelated banget di aku, Mbak Vera. Aku juga susah bilang nggak. Kalau ada apa-apa, suka aku pendam sendiri. Ujung-ujungnya kalau udah mentok, orang terdekat yang gak ada hubungan sama sekali dengan masalah yang terkait yang kena imbasnya, kena omelanku. 😣
BalasHapusTapi belakangan ini aku udah mulai belajar untuk bilang 'nggak', Mbak Ver, dan belajar untuk mengungkapkan emosi juga. Gimanapun juga memendam emosi sendirian itu gak enak, dan gak sehat untuk kesehatan mental diri sendiri. 🥺
Bener banget mbak, mau sampai kapan kita nggak bisa nolak? soalnya bikin kita frustasi jga kan. Enak di mereka tapi nggak enak banget di kita. Emang nggak mudah, tapi harus tetap belajar yaaa kitanya. Semangat ya mbk :)
Hapus