29 Februari 2020
Ternyata nulis walau isinya cuma curhatan juga butuh kerangka. Soalnya kali ini aku mau curhat hal yang ngebuatku berkesan, akan lebih baik ditata dulu supaya nggak kemana-mana kek kemarin. Absen 2 hari ya ternyata nggak nulis di sini. Malah tulisan kali ini ngebahas hari terkahir di bulan kemarin. Aku pikir harus harus aku tulis sebagai pengingat momen. Bukan momen yang gimana-gimana, kek punya cowok gitu #eh, nggak itu. Bukan bentuk barang juga, momen berkesan ini karena salah satunya aku dapat energi baik di saat aku ngerasa nggak baik-baik ajah #inidrama.
Memulai Pagi dengan Baik
Sejak semester 3 kemarin, aku rasa aktivitasku makin amburadul. Kalau 2 semester sebelumnya aku masih disibukkan dengan kuliah, mulai semester 3 kemarin nggak. Setidaknya dulu aku masih punya jadwal, ada jadwal yang mengikatku untuk melakoni hari. Setidaknya juga, aku nggak terlalu pusing atau galau karena aku nggak kerja ya karena masih sibuk kuliah. Semeter 3 kemarin berbeda, udah nggak ada kuliah. Praktik ngajar berjalan 2 bulan saja, yang aku hanya masuk kelas seminggu 2 kali saja. Itu berarti aku nggak benar-benar menjadi sibuk dengan aktivitas. Ditambah, aku kenal dengan dunia baru, lingkungan baru, dan kawan baru. Aku makin tambah sering main, sering ke kedai kopi, atau hanya nongkrong. Malam nongkrong sampai larut malam, pagi lebih banyak nggak produktif. Ke Malang pun aku sama sekali nggak mikir atau kerjain tesisku. Sebegitu amburadulnya.
Aku adalah manusia yang suka bikin planning harian juga, tapi semua hanya berakhir wacana saja. Aku memulai tahun ini tidak lagi dengan bujo karena aku mulai kewalahan akan itu. Aku rasa bujo akan sedikit membantuku mengatur jadwal dan kebiasaan, tapi bagiku yang tiba-tiba malas bisa semingguan lebih nggak keisi dan hanya berakhir tulisan singkat karena udah lupa dan males ngisi.
Aku rasa pangkal dari segalanya adalah waktu untuk memulai. Memulai pagi dengan baik. Aku sedang mencari dan menelaah apa yang aku mau. Mencoba membuat hariku senyaman mungkin. Yang mengusikku benar adalah tesis, tapi aku mulai berdamai dengan keadaan dulu. Yah memulai pagiku dengan baik supaya muncul pecutan semangat.
Jujur, memang hal tersulit adalah memulai. Pagiku banyak yang berantakan, iya aku masih belum sayang sama aku. Ngerasa waktu terlewati begitu cepat dan menyisakan penyesalan. Aku tahu, aku memulai pagi dengan penuh ambisi. Aku tak benar-benar peduli, aku hanya buru-buru mengejar target. Tapi, setiap memulai melangkah kadang aku berhenti sangat lama. Aku rasa aku benar-benar tidak memulai dengan baik.
Selepas bangun, minum air putih dengan penuh rasa syukur dan bahagia. Merapikan tempat tidur dan kamar membuatku lebih menghargai waktu dan memulainya dengan baik. Mandi pagi, membuatku untuk lebih semangat menjalani hari. Dan mulai untuk beraktivitas walau targetku tak tercapai, setidaknya dengan awalan baik jadi pecutan untuk target yang lain.
Pagi-Pagi Sambang Kedai Kopi
Aku butuh pecutan lagi, kopi ya kopi. Awalnya aku sudah mulai kebiaasan buat konsumsi kopi di pagi hari. Kopi tubruk. Tapi, karena persediaanku habis, aku nggak lagi buat. Aku juga sedang berusaha mengurangi konsumsi kopi, dan kadang kalau bikin sendiri aku banyak magernya. Yah semua karena awal pagi yang tak baik, jadi kadang buat seduh kopi sungguh malas rasanya. Sambang kedai kopi pagi alasan terbesarkau untuk nggak terbuai dengan namanya kamar. Kalian pasti tahu, kamar adalah zona nyaman kalian, yah dialah markas. Aku mengasingkan diri di sana. Bahkan untuk sekedar bercengkrama dengan keluarga saja sungguh malas. Kalau tak benar-benar bosan atau karena kebutuhan aku nggak bakal keluar kamar. Itu berarti zona nyaman ini bakalan terus mengurungku. Begitu adanya . . .
Ada satu kedai kopi yang kerap ku kunjungi di pagi hari demi memuaskan asupan kopi pagi dan menemaniku untuk menjadi sedikit sibuk. Yah, siapa yang tak ingin harinya produktif?
Dengan menenteng totobag kesayangan berisi laptop, aku kerap berdiam diri di sana menenggelamkan diri dengan yang namanya sibuk. Aku sedang mencoba fokus terhadap kewajibannku, tak jarang untuk menumbuhkan mood dengan menulis sebagai pelampiasannya.
Tak jarang, ditemani teman untuk mengobrol hal random tapi ngena di aku. Aku adalah manusia yang jelas nggak bisa mendem yang namanya beban pikiran. Kadang bertemu orang adalah sebuah cara untuk memenuhi asupan energi baik. Dan terkadang walau tidak ada satu keluhan yang keluar dari mulut. Setidaknya ketika bersua dan ngobrol memberikan energi baik bagiku.
Haus Beli dan Lahap Buku
Makin ke sini aku makin haus baca buku dan beli buku. Aku rela menyisihkan sebagian uang saku untuk itu walau akhirnya harus berujung penghematan. Kalian tahu betul gimana rasanya nggak kerja, tapi pengen banget beli buku? Memang aku sebutuh itu untuk melahap sebuah buku. Entah kenapa kemarin aku makin nggak bisa ngeredam keinginan buat beli dan baca buku. Secara nggak ada lagi buku yang harus ku baca. Aku sendiri makin nggak doyan baca novel, hanya beberapa kriteria saja aku mau baca. Aku lebih tertarik kepada buku yang bahas hal apapun, walau random tapi bukan fiksi. Aku sedang tertarik dengan buku pengembangan diri, tentang nulis, tentang diri sendiri, dan terlebih pengalaman perjuangan hidup seseorang. Mulai ku daftar buku apa saja yang ingin ku beli. Sepertinya aku memang ingin bikin rekor untuk baca dan beli buku lebih banyak tahun ini. Setidaknya walau asupan akademikku menurun, tapi nggak boleh redup asupan bacaan lain.
Menumukan Energi dari Media Sosial
Aku habiskan berkutik dengan hape. Ingin sekali memulai menahan buat nggak konsumsi hape berlebihan. Sungguh! aku kadang muak, bosan dengan segalanya. Kalau nggak bosen, kadang ada aja yang bikin aku tetiba galau atau ngerasa kek gimana gitu. Nyesel kok hari-hari hanya dihabiskan untuk mainan hape doang. Sebelumnya, ada kali 3 harian aku nggak posting sama sekali story. Bahkan status di wa sudah sangat jarang.
Tapi, aku menemukan energi lain. Aku ingin membangun jati diriku lewat media sosial. Ku kira yang namanya branding itu penting juga ya. Aku juga tidak terlalu paham dengan hal ini. Aku baca postingan Sophia Mega dan dari situ aku menemukan energi lagi. Energi lebih matang lagi untuk menata diri, untuk nerima diri. Hal yang selama ini ku tampakkan hanya soal kesenanganku dengan kopi, kadang banyak membuatku justru berpikir tak karuan. Apa yang ku lakukan sampai detik ini? kamu mahaiswa S2 tapi nggak ada satu pun hal baik yang mencerminkan dirimu? kamu sudah buat apa dengan titel mu sekarang? sudah kasih apa? hanya ngopi saja kerjaannya! tesismu mana? udah berapa karya yang kamu hasilkan? pikiranmu tak mencerminkan titelmu! sungguh, aku terbebani demikian.
Dengan beberapa jam lamanya aku menengok instagramnya memberikan aku asupan energi. Bahwa aku harus pede dengan sisi lain yang coba ku geluti. Aku seorang bloger, aku suka kopi, aku suka nulis. freelance, dan kerjannya isi perut. Tapi, aku juga nggak boleh melupakan kewajibannku sebagai mahasiswa. Akan ku ciptakan sebuah branding baru bahwa aku bisa berperan pada sisi yang ku senenangi walau tak sama akan masing-masingnya.
Terima kasih . . .
Aku belajara bahwa :
- Sebuah permulaan baik betul adanya harus dimulai dan itu perlu!
- Aku nggak harus selamanya terkukung pada pikiran dan bebanku, bertemu dan bersualah dengan orang.
- Selingi dengan asupan yang membuatmu tetap waras alias bahagia menjalani hari.
- Pede menunjukkan sisi lain yang kau punya.
Yuk semangt menata ulang!
Komentar
Posting Komentar