Aku menengadah ketika langit berkata, Malam ini tak banyak bintang yang menemaniku.
Sunyi bersahabatkan dengan dingin, dan berteman dengan suara jangkrik. Ya,
mereka bernyanyi mengisyaratkan akan malam yang panjang. Beberapa menit lalu
aku terdiam dan berpangku tangan di depan leptopku. Leptopku berisik sekali
karena alunan musik yang aku putar dengan volume agak keras. Alunannya tak
mampu mengusikku dari lamunan. Masih soal Bapak, ya Bapakku. Sejak pertemuan
semalam raga dan pikiran ini sedikit terfokus padanya. Melankolis sekali, tadi
pagi pemandangan di depan ku sukses membuatku baper. Ya Baper bahasa yang lagi ngetren
saat ini. Ketika aku melihat seorang laki-laki paruh baya pasti pikiranku akan
tertuju pada sosok Bapakku. Ah enyahlah, aku sedang ingin fokus. Hari ini
adalah hari dimana aku harus berkutat kembali dengan realita. Tahun ajaran baru
sama dengan menguras tenanga dan pikiran, dan aku tak ingin ada sedikit luka
yang merusaknya.
Selesai
kerja bakti di sekolah bersama siswa-siswaku, aku mengecek handphone ku dan tertera nomor asing di layar. Ya empat panggilan
tak terjawab. Setelah aku tilik ternyata itu nomor Bapak semalam. Kenapa menelfon? Bukankah pagi ini Bapak
akan balik merantau? Apakah Bapak ingin berpamitan padaku? Apakah Bapak sudah
rindu padaku, padahal semalam ku kira
pelukan sudah mampu mengobati rasa rindunya. Untuk kesekian kalinya aku
tidak ambil pusing, aku acuh saja dan meletakkan kembali handphone ku. Sebelum aku sempat meletakkannya nomor itu kembali
menelfon, namun yang ku lakukan hanya diam dan mengamati layar. Secepat kilat
aku mengetik sms , Aku lagi di skolah.Ada
apa Pak? Menurut kalian bagaimana kalimat itu? Singkat, padat, acuh bukan? Aku
tak ingin berlebihan dan mood ku sedang tidak baik. Masih mending ada
kata “Pak” , jika tidak ada mungkin
aku menjadi salah satu kandidat maling kundang yang terkenal anak yang durhaka kepada
orang tuanya.
Sejurus
kemuadian, aku mengetik nama Bapak di buku telfon handphone ku. Ya kini aku menyimpan nomor Bapak. Bayangkan saja untuk
beberapa menit selanjutnya jariku telah bersahabat dengan nuraniku dan ku
kirimlah sms untuk Bapak, Hati-hati Pak
semoga selamat sampai tujuan dan hati-hati saat bekerja. Nah sudah beres,
aku tak ingin gundah hanya karena ini. Hari pertama masuk sekolah aku pulang
lebih awal dan aku memutuskan untuk istirahat siang. Kejadian tadi sudah tak ku
hiraukan lagi, aku hanya ingin tetap dengan prinsipku “biasa saja, jangan baper”. Raut Bapakmu terlihat sangat rindu kepada
anak-anaknya, ungkap sahabatku yang menemaniku bertemu beliau. Ku akui
sahabat-sahabatku tak pernah tidur, mereka selalu ada buatku bahkan ketika aku
enggan bercerita. Dan aku bersyukur atas itu. Ya dari semalem aku tak menghiraukan
mereka. Dasar labil, aku hanya mengoceh lewat sosmed tanpa bercerita kepada mereka. Spam isi hati ku bertabur dimana-mana. Hingga tadi pagi aku
berhasil meyakinkan mereka satu-satu, bahwa aku baik-baik saja.
Ketika
aku membaca sebuah blog lewat handphone ku,
panggilan masuk BAPAK. Ya nomor itu menelfon lagi untuk kesekian kalinya. Aku
hanya diam menatap layar tanpa menekan tombol yes. Kenapa menelfon
lagi? Tidak cukupkah pesan singkatku tadi pagi? Aku hanya tak ingin berbicara,
aku enggan harus berbasa-basi, dan aku tak tahu harus berbicara apa. Sudahlah
aku sudah melupakan semuanya, aku tidak benci Bapak. Tapi ku mohon aku hanya
tak ingin berbicara saja. Ya aku akan menyebut beliau dalam salah satu doaku
kini, namun jangan mencoba berbicara denganku karena aku tak ingin. Sugguh aku
malas, aku malas jika harus mengucap dan mengobrol panjang lebar. Jujur saja
sudah tidak ada bahan pembicaraan, sudah tidak ada topik menarik untuk memulai
suatu obrolan. Dan kala itu pula aku mendegar suara adikku, Ya Bapak sampeyan hati-hati. Mbak ?Mbak
sedang tidur. Nyatanya aku telah membuka mataku sejak satu jam lalu.
Komentar
Posting Komentar