Langsung ke konten utama

Sebuah Tanya



           Jika kau tanya padaku sekarang, apakah kau baik-baik saja? Tentu saja ku jawab  dengan cepat tidak. Apakah kau kecewa denganku? dengan tanggap juga ku jawab iya. Apakah kau masih mencintaiku? Ku jawab tanpa ragu iya. Apakah kau akan terus menantiku? dan dengan ragu ku jawab, aku tak tahu. Kau menyesal mengenalku? Ku jawab, aku tak pernah menyesal mengenalmu. Seberepa besar cintamu padaku? Entahlah, yang ku tahu cinta tak mengenal volume.  Apa yang kau sukai dariku? Sosokmu, dengan singkat saja aku utarakan. Apakah tak pernah jenuh menungguku? Buktinya sampai sekarang aku masih berada pada titik yang sama, jawabku kembali. Apakah kau yakin kita berjodoh? Entalah, Tuhan Maha Mengetahui. Apakah aku selalu kau sebut dalam doa? dan apakah tanya itu harus ku jawab?, sebaliknya aku bertanya padanya. Kau tak membenciku? Ingin tapi aku tak mampu. Apakah kau sedang terpuruk karenaku? ku jawab lantang TIDAK!!, karena aku punya Allah.
            Percapakan itu mungkin akan terjadi, jika di masing-masing dari kita saling terbuka. Ya mungkin percapakan itu terjadi jika kau bukan pria yang cuek, dan aku adalah wanita yang selalu menuntut. Percapakan itu akan terjadi, jika kau dan aku mungkin sekarang berada pada satu tatapan dengan tanganku yang memegang secangkir susu hangat. Aku yang merasa bergetar tiap kali berada disampingmu. Dan aku peluk erat-erat segelas susu hangat di depanku. Percapakan itu akan terjadi, jika kau akan dengan suka rela menjelaskannya padaku. Percapakan itu mungkin akan terjadi jika aku dapat mensetting waktu.
            Mustahil saja, karena sejak awal aku hanya mengagumi dengan diam. Untuk kedua kalinya kisah cintaku ku hias dengan diam saja. Kau tak pernah tahu aku benar-benar mencintaimu sejak kau mengisyaratkan sinyal itu lebih awal. Aku yang tak pernah menduga mengenalmu. Pria rantau jauh dari tanah jawa. Aku yang tak pernah tahu kapan benih ini tumbuh dan berkembang. Karena yang masih ku ingat adalah, dulu aku yang masih tertatih mengobati cinta pertama ku dan kau hadir sebagai penawarnya. Dan untuk kesian kalinya aku tak pernah menghiraukan mu. Kau yang telaten meninggalkan komentar-komentarmu di setiap postinganku. Kau yang ajek mengirimku pesan pendek lewat Facebook. Kau yang rajin menggombal, aku hanya pasrah diam saja. Bahkan aku enggan untuk bertemu denganmu untuk pertama kalinya. Beberapa lontaran penolakan keluar dari mulutku, tapi kau yang tak pernah menyerah.
            Kau yang rela menahan dingin menembus hujan, bahkan ku tahu kau tak tahan. Kau yang rela mengantarkanku ke tempat yang ku inginkan, dan kau susah payah menelusurinya demi aku. Kau yang ngotot ngajak ketemu, namun aku yang enggan. Kala itu untuk pertama kalinya hati ku bergetar tiap menatapmu. Kau yang memboncengku dengan sepeda motormu, dan aku selalu duduk hingga belakang. Kau yang memaksaku untuk sedikit lebih lama bersamamu, namun dalam hatiku aku khawatir. Kau yang dengan sabar menanggapi aku yang tak ubahnya seperti anak kecil. Kau yang rela menemuiku, kau yang rela menyapa salam walau sebentar. Kau yang selalu cuek padaku, namun kau yang mampu mengisyaratkan sayang padaku. Kau yang perhatian denganku, menyuruhku banyak makan. Dan kau juga antusias saat aku dengan malu mengajakmu berfoto. Aku merindukannya. Maafkan aku dengan segala rintihanku.  Kau yang kini telah menjadi kumbang untuk bunga di seberang sana.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bertegur Sapa setelah Sekian Lama

  Mari kita buka lembaran baru!  Siang ini aku sedang berada di kedai kopi langgananku. Hampir setiap hari ke sini. Kalau ke sini pesannya itu-itu mulu, jarang ganti! Selain males mikir mau pesan apa, udah cocok sama menu itu aja. Cuma siang ini aku pesan menu yang udah lama banget enggak aku pesan. Ini pun dah lama banget enggak pesen si kopi satu ini. Beberapa waktu lalu suka pesen menu kopi ini untuk temen melek sih. Yap! Siang ini aku pesan es kopi hitam atau black coffee ice. Ide terbesit ketika berada di kendaraan mikir pen seger-seger gitu. Yaudah pesen ini aja!  Oke kembali ke pernyataan awalku, "Mari kita buka lembaran baru!" Tepatnya sih "aku". Setelah setahun lebih enggak ngeblog, aku mulai dengan tulisan pendek ini ya! Aku memutuskan untuk ngeblog di tempat lain atau di sini ya? Ketika tulisan ini aku buat, aku masih bingung mau unggah di mana. Blogku berdomain sudah hangus sejak tahun lalu. Ketika aku memutuskan untuk enggak memperpanjang domain.  Yap!

Keputusan Terbaik untuk Kembali ke Dunia Bloger

  Memutuskan untuk menulis di blog merupakan satu dari keputusan di hidupku yang aku syukuri. Sudah lama ingin aktif kembali di dunia blogger ini. Setelah setahun lebih aku hanya fokus dengan agenda menulisku di platform lain bahkan porsi terbesarku menulis untuk sebuah pekerjaan. Padahal dulunya aku sering menuliskan hal apapun di blog. Apa yang aku suka dan gemari, ulasan (pribadi dan pekerjaan) pengalamanku, bahkan sampai curhatan.  Bahkan aku menerima beberapa pekerjaan lewat blogku setelah aku mulai aktif dan menekuninya di tahun 2017 an. Sungguh sayang blog yang aku bangun dan rawat dari tahun itu terpaksa harus hangus. Bahkan pula aku berikan tempat bernaung yang layak. Teringat, aku menyisihkan uangku dari hasil nulis artikel di media traveling lokal untuk membeli domain. Memang enggak murah, tapi aku masih ingat betul rasanya. Puas banget bisa memberi rumah blogku kala iti dengan jerih payah dari nulis juga. Setiap tahunnya pun aku masih rajin memperpanjang domain.  Aku masih

Hari Ini Bercerita

  Awalnya sih enggak kepengen nulis, tapi karena kebetulan buka laptop yaudahlah ya sekalian! Sekalian menumpahkan unek-unek di hati dan pikiran karena dah lumayan penuh ya bund!  Salah satunya nih! Tadi di sekolah aku dapat celetukan gini “Jangan Bu, jangan mau jadi mertuanya Bu Vera! Nanti apa-apa ditulis di sosmed, kan suka curhat di sosmed dia!” Dan apa reaksiku? Langsung berubah mukaku, lebih syok gitu! Tahan-tahan mukanya jangan kelihatan sakit hatinya, batinku. Huaaa langsung down seketika itu juga. Langsung tetiba nyalahin diri sendiri dan bergumam dalam hati mengiyakan “Mana aku suka curhat lagi di twitter!” “Salah ya?” Tetiba runtuh aja. Kek mau nampelin omongannya tuh enggak ada daya, tapi kalau diem kerasa banget sakit hatinya. Huaaaa!!!  Memang hampir setiap hari aku bakalan nulis apapun di twitter. Memang bener kata orang-orang tuh, si twitter tuh tempatnya sambat. Enggak tahu kenapa aku lebih bisa jujur di sana. Lebih nyaman cerita dan tentunya sambat.  Numpahin isi ha