Dari
lulus S1 dulu dilema mau kerja di mana udah jadi beban pikiranku. Setiap sekolah
sudah aku datangi untuk melamar kerjaan entah itu mereka buka lowongan guru
atau nggak. Memang betul, hidup kita tidak berakhir dari lulus sidang sampai ke
wisuda. Justru setelah kita lulus itu berarti awal mula kita dalam menapaki
hidup selanjutnya. Apalagi dengan embel-embel sarjana, beban banget. Kuliah
tinggi, kuliah lama dengan biaya yang nggak sedikit, kita harus benar mengejar
apa yang dinamakan pekerjaan. Ibarartnya menembus semua itu. Beban? Jelas! Terlebih
ini adalah jalan yang kita ambil. Gunakan ijazahmu!
Bolak-balik
menaruh lamaran kerja sudah jadi kerjaanku dulunya. Sampai aku diterima kerja
di sebuah sekolah beberapa bulan sebelum ijazahku turun. Yah, kalau memang
rejeki tidak ke mana, mau kita kejar kek apapun. Bersyukur, jelas. Masih ada
yang kesulitan cari kerja selain aku. Tapi, memang jodoh nggak hanya seputar soal
aku sama dia, soal kerjaanmu begitu. Memustuskan resign beberapa kali pun
pernah. Sampai tempat kerja baru terkahir menjadi tempat kerja yang aku
impikan, tapi aku harus memilih. Hidup adalah memilih mau tetap ngajar atau
mengejar mimpiku untuk S2.
Sebagai
pemburu pekerjaan ibaratnya telah ku lalui. Aku tahu rasanya, tahu gimana
perjalanan itu nggak mudah. Capek! Lelah hati dan pikiran! Sekarang? Terjadi kembali!
Justru saat aku berjuang dengan tesisku saat ini, rasanya ingin mencari jalan
pintas dengan mencari pekerjaan. Seperti lari dari tanggung jawab akan tesisku
yang tak kunjung usai. Beban yang ku pikul sendiri tanpa aku tahu harus
bercerita kepada siapa.
Si
sulung yang masih menempuh pendidikan sedangkan kedua adekknya sudah bekerja.
Beban? Jelas banget! Andai orang tuaku membaca ini, kadang aku ingin berlabuh
pada mereka. Tapi, gengsiku lebih besar. Aku yang meminta untuk melanjutkan
kuliah, aku sendiri yang meminta jalan ini. Aku harus tanggung jawab! Tapi,
sungguh aku sangat lelah. Aku butuh motivasi, aku butuh dukungan. Entah apa
yang membuatku begitu tak berdaya sampai detik ini. Sedih, sangat!
Sampai
saat ini pun konsentrasi ku terpecah, di saat aku menemukan dunia baru.
Berkenalan dengan orang, berinteraksi dengan orang baru. Aku seperti mendapat
asupan energi baru, tapi aku makin nggak bisa fokus dengan tujuan utamaku yaitu
menyelesaikan studiku dengan baik dan tepat waktu. Mau aku berasalan sebanyak
apapun, semua ini terjadi karena aku sendiri.
Sekarang
aku nggak boleh egois. Mau sampai kapan aku terus berpangku tangan? Mau sampai
kapan aku nggak bisa nabung? Mau sampai kapan aku tetap membuat orang tuaku
memikirkan nasib si sulung? Mau sampai kapan aku nggak bisa ngasih apa-apa ke
orang tua?
Komentar
Posting Komentar