Ramadan tahun kedua di tengah pandemi kek gini, jelas suasananya sangat berbeda. Mulai dari pergerakan kita yang terbatas dan di mana-mana selalu terkait dengan protokol kesehatan. Ada temen-temen yang nggak bisa mudik, kumpul utuh sama keluarga. Ada juga yang justru harus makin berhemat di puasa menuju lebaran karena pendapatan berkurang. Ada pula mereka yang harus berjuang demi lebaran, kue lebaran dan baju lebaran buat anak-anaknya.
Tetapi, di sisi lain ada mereka yang giat membantu. Berbagi lebih-lebih ke yang membutuhkan. Ada pula dari mereka yang justru memahami diri sendiri dan lingkungan karena pandemi. Ada pula bahkan rejeki dilipat gandakan di musim pandemi karena pesanan masker membludak, buka usaha antar makanan. Ada pula mereka yang keterbatas pergerakan justru belajar hal baru saat di rumah, bikin tiktok, bikin youtube. Mereka berkarya di sana. Ada juga dari mereka yang bisa mengambil celah dari pandemi, justru dapat kerjaan walau hanya di rumah saja.
Aku percaya, jika ada satu sisi merasa benar-benar terpuruk pasti ada satu sisi yang justru sebaliknya. Katanya selalu ada hikmah di balik kejadian, di balik masalah yang mendera. Aku sendiri juga merasakan dampak enak dan enggaknya.
Nggak Enaknya
Kuliah daring di semester bener-bener bikin aku malah males bergerak. Tesisku nggak kunjung selesai karena aku males membuat pergerakan. Sensasi untuk mahasiswa akhir kek nggak ada, misal sering ke perpus, nunggu dosen di sepanjang hari buat bimbingan, bolak-baliklah. Emang sekarang ada enaknya sih, kek dimudahkan gitu tapi aku malah males tak berujung. Ketika sedang berada di depan laptop biasanya banyak fokusnya bener-bener terbelah, aku sibuk akan hal lain DAN kesenangan lain yang bisa aku akses lewat situ. Dan nggak ada teman diskusi sih.
Ya kembali, enaknya mungkin aku hanya nggak harus melakukan kegiatan bolak-balik kampus misalnya dan aku menyukainya. Tetapi, berefek nggak baik sih buatku. Buktinya sekarang? Belum permasalahan dosen susah dihubungin, keterbatasan buat materi bimbingan. Kek lebih nggak leluasa gitu. Kemudian ini nih, sering membuatku overthinking tiada ujungnya. Yah mungkin karena belum lulus dan belum dapat kerja lagi.Apalagi di bulan puasa sih, aku menyukai aktivitas lain. Berat aja harus mulai fokus sama tesis.
Enaknya
Kek buat mahasiswa akhir emang dimudahkan sih, kek misal ujian hanya daring nggak perlu berhadapan dengan dosen apalagi ketemu yang garang gitu. Dan untuk menuju lulus tuh sebenarnya enak kalau semua komponen bisa diajak kompromi. Gitu! Nah hal lainnya, selama di pandemi atau selama ramadan kek gini, aku diberikan banyak kesempatan menghabiskan waktu dengan keluarga. Lebih peka sama diri sendiri, peduli sama diri sendiri. Belajar hal baru walau hanya di rumah aja dan dapat kerjaan juga bisa dilakukan daring. Dan selama ramadan jam kerjaku lebih bisa aku atur gitu, nggak harus berangkat pagi-lagi buat ke kantor.
Kalau kesan kalian ramadan di tengah pandemi kek gimana nih?
Hmm begitu ya dilemanya mahasiswa tingkat akhir dimasa pandemi.. semangatt mba sugar, semangatt utk ttep on track menyelesaikan tesisnya💪💪
BalasHapusTerima kasih banyak2 ya mbak atas semangatnya :)
Hapus